Nikah Itu Butuh Ilmu

Nikah Itu Butuh Ilmu

Hampir tiga harian timeline sosyiel media saya kebanjiran tipe-tipe begitu tuh. Tipi isti/siimi idimin kimi sipiti ipi? Hahahaa –maap saya kelepasan. Tipe istri –dan atau- suami adalah standar yang ditetapkan oleh masing-masing personal (ada juga turut serta keluarga dan kultural) dalam mencari atau memilih pasangan hidup untuk diajak membangun bahtera seumur hidup. Saya ingin mengulas sedikit persoalan yang cukup greget dari persiapan pemilihan calon suami pun calon istri, khususnya perempuan yang berpendidikan. Menjadi perempuan yang memiliki rekam jejak studi cukup panjang acap kali  bersinggungan dengan konstruksi sosial miring –terutama mas-mas- yang akan mempersuntingnya untuk menjadi pasangan hidup. Alih-alih masak sih doi lebih pinter dari aku; ntar aku yang jadi budaknya lagi; walah aku yo minder toh, menjadi alasan klasik yang nyaring sekali. Seakan-akan perempuan kodratnya harus “dibawah” laki-laki, sehingga memperistri sarjana;magister;bahkan doktor adalah momok yang menakutkan bagi laki-laki yang berkelas –maaf- teri di dalam sego kucing angkringan malbor. Udah kecil, terus dikit banget lagi.  

Apa Kabar Nalar Egalitarian Orangorang?

Apa kaitannya dengan nalar egalitar? lah iyo jelas berkaitan. Mana mungkin ada pelanggengan pemahaman semacam itu –cara pikir mas-mas- kalau bukan dipengaruhi oleh rendahnya rasio kesetaraan di dalam hidup keseharian. Saya pikir –menurut saya loh ya- tirani pemikiran semacam ini sudah selesai masanya, tapi nyatanya tidak. Bobrok, yah.  Tau itu semua berasal dari mana? dari pola penafsiran teks-teks agama yang cenderung parsial, tidak holistik dan tidak komprehensif. Beberapa narasi yang digunakan untuk mendukung premis tersebut diantaranya seperti penciptaan perempuan dari tulang rusuk yang bengkok, pesona perempuan yang dapat menjerumuskan laki-laki, perempuan sebagai mayoritas penghuni neraka, kewajiban keluar rumah dengan mahram, kewajiban taat banget banget banget pada suami, hingga pelaknatan bagi perempuan yang enggan melayani suami. Perempuan perempuan dan perempuan, enek ga sih?. Seharusnya perempuan dipandang sebagai pribadi yang utuh dan merdeka, yang sama halnya dengan laki-laki yang dapat memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan terhadap peradaban. Sedihnya lagi agama selalu dijadikan sebagai dalih pembenaran atas rentetan klaim yang sudah saya sindir sebelumnya. “Lah wong ada dalilnya o” iyaaa mas iyaaa paham, dalilnya ada namun bukankah persoalan penafsiran teks keagamaan semacam itu juga multitafsir dan mengikuti kultural budaya dimana ayat itu diturunkan? Jadi tidak berlebihan rasanya pertanyaan saya soal “apa kabar” dengan nalar-nalar egaliter yang penuh dengan keramahan sebagaimana Islam menuntunnya. Anggap saja saya sedang menyapa sahabat lama.

Kaitannya dengan tajuk yang saya hadirkan adalah betapa lemahnya nilai-nilai profetik dan cara pandang visioner sebagai seorang manusia. Saya pikir lagi –mungkin bisa saja ini salah- bahwa ketakutan-ketakutan mereka terhadap perempuan yang berpendidikan tinggi bukan semata “minder” tapi tidak ingin martabatnya sebagai seorang laki-laki yang superior rendah dimata perempuan-nya. Maka tak asing ditelinga kita falsafah hidup keluarga “mas-mas” yaitu dapur – sumur – kasur. Sebenarnya semboyan ini tidak terlalu menafikan perempuan, karena memang sejatinya peran perempuan tidak bisa dilepaskan dari tiga framing ini. Namun, jika lirik ini senantiasa nyaring secara otomatis penirsubstansian perempuan tidak berhak;tidak patut;tidak perlu mendapatkan pendidikan tinggi akan semakin merajai dunia.

Kesalingan: Tatanan Normal Baru Relasi Laki-laki dan Perempuan.

Kita hanya perlu sebuah pemahaman baru, cara pandang baru dan tatanan kehidupan baru yang ramah terhadap perempuan juga laki-laki tentunya. Kang Faqih bilang hidup ini flat jika hanya menjurus persoalan dari satu kacamata saja, maka terbesit sebuah gagasan visioner yang ramah terhadap laki-laki juga perempuan. Mubadalah sebagai konseptual baru –sebenarnya sudah lama, namun tersembunyi oleh hegemoni klasik patriarki- yang perlu dikulik oleh para “mas-mas” yang masih menomorduakan pendidikan perempuan-nya. Konsep kesalingan ini menuntun laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang bermartabat seimbang dalam segala aspek. Jika laki-laki (suami) berhak atas pendidikan tingginya dengan gelar dan jabatan mentereng, pun hal yang sama juga harus diberikan kepada perempuan. Pernikahan tidak serta merta menjadikan perempuan terbelenggu dengan aturan-aturan klasik yang sejatinya dapat di musyawarahkan sebagaimana konsep pernikahan yang juga digagas oleh teori mubadalah ini.

Nikah Itu Butuh Ilmu

Oke, kita sudahi sentimen ala-ala ini. Hehe. Begini, menikah itu butuh ilmu, segala hal di dalamnya butuh ilmu, karena manual book tentang menjadi suami istri itu tidak ada, semua di dapat dari pemahaman yang dibangun melalui ilmu. Bayangkan, mulai dari malam pertama, bukankah itu butuh ilmu tentang jima’ mandi junub doa-doa dan amalan sebelumnya. Ketika masa kehamilan, persalinan sampai kepada mengurus anak. Sepakat dengan gagasan yang dibangun oleh Pak Ghifar dalam tulisannya “Perempuan Wajib Berpendidikan Tinggi” di platform rahma.id. Dalam hukum mukhalaf wajib sudah menjadi perintah yang amat sangat tegas, tanpa pemakluman. Bahwa perempuan akan menjadi sekolah pertama bagi anaknya. Walau bagaimanapun katanya, perempuan memiliki kodrat untuk menjadi seorang ibu, yang akan membawa peran penting dalam kehidupan regenerasi keturunannya. Pengiringan opini ini bukan menandakan bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi adalah mereka yang dilema terhadap kisah cintanya akibat banyaknya laki-laki satu per satu minder, namun lebih jauh memiliki deep-value terkait sebuah upaya rekonstruksi pemahaman relasi laki-laki dan perempuan yang sejatinya adalah seimbang, baik hak maupun kewajiban. Dalam ranah domestik maupun publik.//yul-tulisan ini senada dengan postingan penulis yang juga dipublish oleh rahma.id

Jangan Salah Pilih Pasangan: Ini Bukan Sinetron

Jangan Salah Pilih Pasangan: Ini Bukan Sinetron

Selepas kelas Hukum Keluarga Islam di Dunia Muslim, seorang teman diskusi saya dikelas mengajak saya untuk menghabiskan waktu istirahat siang sambil menunggu waktu sholat dzhuhur dan mata kuliah selanjutnya dengan makan siang di salah satu warung makan indomie, atau warmindo. Mahasiswa-mahasiswa jogja udah gak asing lagi dengan angkringan semacam ini. Menggugah selera dan bersahabat di kantong para anak rantauan tentunya. Mba Ulfa namanya. Perantau intelektual ini dari Medan, pintar tidak kepalang. Menempuh strata dua di dua Universitas ternama di Jogja sekaligus, tuh isi kepala apa gak keblenger yak. Yassalaaam.. Sukses selalu, semoga Allah Memberkahi ilmu dan amalanmu.

“eh mba yul” sembari menunggu pesanan magelangan spesial, kita yang di Sumatera mengenalnya dengan minas, mie nasi goreng. Awalnya, saya juga mengira bahwa magelangan itu satu makanan khas dari Kota Magelang, salah satu kota yang berbatasan dengan Yogyakarta. Lah ternyata, Cuma nasi goreng yang dikasih mi indomie goreng dengan irisan timun, tomat dan kerupuk sebagai kriuk-kriuknya. Udah ah, yang penting makan. “aku mau tanya dong, motivasi mba yulmitra lanjut studi lagi apa?” belum selesai saya tertawa geli dengan pertanyaan frontal beliau, dan belum menyiapkan jawaban yang santuy, beliau udah menebak, “Pasti buat naikin harga mahar kan? Di Minang kan gitu kan ya?” Hahahahha ketawa saya semakin terbahak.

“Emang, nilai mahar itu ditentukan dari jenjang pendidikan terakhir kita ya mba?”

“biasanya sih gitu, soalnya dikampung ku tuh gitu, selain pendidikan, pekerjaan calon pasangan terutama perempuan itu sangat menentukan harga mahar yang harus dibayarkan oleh calon suami nantinya, setau ku di Minang yang lebih kental dengan budaya “membeli” nya juga begitu.” Katanya.

“Ah gak juga ah” jawaban saya singkat saja. Karena memang, saya takut menyampaikan sesuatu yang tidak secara konkrit saya ketahui, karena berhubung waktu mendalami adat dan budaya di Minangkabau terbilang tidak terlalu lama, empat tahun tidak sampai. Sedangkan adat dan budaya yang tidak sedikit harus diselami seutuhnya untuk melahirkan sebuah standing oppinion. “begini mba, di Minangkabau itu ada slogan adat salingka nagari, tidak semua adat yang kebetulan mba Ulfa pahami barusan juga berlaku di lingkungan adat saya, makanya jawaban saya begitu”

“ohhh okeeei” jawaban beliau lebih singkat dari jawaban saya sebelumnya. Hahaha ya berhubung magelangan kita udah siap santap, diskusi mlimpir kita sudahi dulu. Ehe

“eh trus mba” eh saya fikir dengan jawaban singkat beliau diskusi ala-ala kita udahan, ternyata Cuma iklan. “calon suami mba tuh gimana sih pengennya? Secara, biasanya nih orang-orang yang berperawakan seperti mba, ada beberapa list yang pakem banget dalam menentukan calon pasangan kan ya? Trus, kalau misalnya mba nya menjalani ta’aruf atau dijodohin gitu sama orang tua atau sama kiyai atau sama siapapun, harusnya gimana?”

“lah, bentar-bentar, emang saya orangnya gimana, perawakan seperti saya? Saya berbeda ta? Mba mau ngejodohin saya ta? ” hahahaha tawa kami pecah. Magelangan kami habis, adzan pun berkumandang dari masjid Ash-Siddiqi ujung jalan sana. Kami akhiri makan siang dan perjumpaan kami siang itu, beliau ada urusan sedikit ke kampus, dan saya langsung balik ke kos-kosan. Saya tak langsung menjawab pertanyaan beliau, karena saya rasa memang jawaban adalah jawaban yang sudah saya diskusikan dengan hati dan fikiran saya. Dan memang, bukan satu dua kali pertanyaan itu tertuju pada saya, dan saya selalu tak tahu mau menjawab apa. Karena saat itu saya memang belum sempat mendiskusikan “the true desire”.

Sampai pada akhir, saya diburu pertanyaan itu oleh orangtua saya. Sontak, nafas saya menjadi tidak beraturan. Jantung saya memompa darah laju sekali. “memangnya kenapa buk?” Tanyaku.  Bukan apa-apa, kamu sudah harus memikirkan itu. Jangan kuliah terus, pilih yang benar-benar, jangan sembarangan. Lihat itu ditivi-tivi banyaaaak yang aneh-aneh lah keluarganya, gara-gara itu, salah pilih” Jawabnya dari ujung telfon. Saya tidak tau apa dasar orangtua saya bertanya tiba-tiba seperti itu, memang saya putri satu-satunya dari keluarga ini, mungkin mereka tak ingin saya salah memilih, seperti kisah-kisah sinetron yang setiap siang selalu ibuk tonton.  “iya, nantik yah buk.” Telfon kami akhiri. Sudah larut.

Malam itu, menjadi malam yang cukup berat bagi saya. Siang dan malam seakan saling bersambut tanya yang sama. Ditambah, beberapa waktu lalu, Mba Rina pernah memberi wejangan untukku sebelum menikah seakan-akan dua atau tiga bulan lagi aku akan menikah. Ya Tuhan. Kuliahku belum selesai. Plis. Wkwkwkw

Sebelum tidur, menunggu kantuk saya berselancar di timeline instagram, dan entah kenapa semesta seakan memberi jawaban kepada saya, dari laman akun instagram salah seorang penulis, Mba Riri Abdillah menuliskan tips memilih pasangan di caption postingannya.  Katanya “memang, standar setiap orang itu berbeda-beda. Itu juga dipengaruhi oleh status sosial atau bahkan pendidikan seseorang, tapi jangan termakan oleh egomu sendiri. Setelah berumah tangga nanti, kita akan benar-benar sadar bahwa cakep aja gak cukup, mapan juga gak bakalan cukup, cakep bisa pudar coih, kekayaan juga bisa ilang, roda pasti akan berputar dan seterusnya. Bisa aja yang kaya raya Cuma orangtuanya, atau ditinggalkan dengan harta warisan yang uwah banget, tapi karakter dan mentalnya manja banget, sehingga hanya terbiasa meminta tanpa berusaha.” Yah. Saya butuh yang berkarakter bukan lembek” hati saya menjawab alinie pertama postingan Mba Riri.

“kita akan sadar bahwa yang jauh lebih penting dari itu adalah solih dan bertanggungjawab. Kosholihan akan menuntun kita pada Allah, mengingatkan dan meluruskan jalan kita. Akhlaknya kepada isterinya akan sangat dijaga. Tanggung jawab itu artinya, dia siap berupaya sekuat tenaga mencukupi kebutuhan kita dan anak-anak nantinya. Juga senantiasa melindungi dan berkorban untuk keluarganya.” Ihhh bener banget yah, saya semakin menyelami caption beliau. “sholih bisa dilihat dari ibadahnya, dimana dia dijam-jam waktu sholat, bolong-bolong atau rajin ibadahnya. Akhlaknya seperti sama sahabat, saudara dan kedua orangtuanya sangat ia jaga.” Pas Mantab. “it’s the true desire” kataku.

Tulisan ini saya buat secara sengaja dengan mangamati lingkungan kehidupan penulis sendiri dan berbagai sumber dari pengalaman sekitar. Postingan ini juga tidak pure/mutlak berasal dari sudut pandang penulis, tapi dari sudut pandang perempuan secara umum. Selamat memecahkan teka-teki dari Maha Pecinta. Allahumasholli’alaMuhammad..//yul

Syarat ke-KUA Apa Saja, yah?

Syarat ke-KUA Apa Saja, yah?

Oh okei. Segala prepare mulai dari vanue sampai ke katering (eksternal) so far udah ada yang handle secara mateng. Lalu, Apa ? Ya. Pernikahan harus dicatatkan. Perlu sama-sama kita pahami, bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan dipertegas pula  oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan jelas banget mengatur bahwa perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah, dalam hal ini Instansi Kantor Urusan Agama atau KUA. Dan sama-sama harus kita wanti-wanti adalah sekiranya perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (Nikah Sirri)  dipandang ilegal dan tidak formal di mata hukum. Pernikahan yang tidak tercatat akan merugikan bagi pasangan itu sendiri, karena banyaknya kemudharatan yang ditimbulkannya, seperti merugikan secara administrasi negara. Banyak hal yang tidak dapat diurus ketika seseorang yang pernikahannya tidak dicatat, seperti pengurusan akta kelahiran anak, bukti kepemilikan hak sebagai suami istri dan lain sebagainya. Serem gak tuh? Cari Aman Aja dah.

Nah, Berikut kita kupas syarat apa saja yang perlu dipersiapkan untuk mendaftarkan perkawinan kita ke Kantor Urusan Agama Setempat:

  1. Syarat Administrasi

Calon suami, calon istri, wali atau wakilnya datang ke KUA untuk menyampaikan permohonan kehendak nikah atau mendaftar dengan membawa persyaratan-persyaratan:

  1. Surat Keterangan untuk menikah (blangko model N.1)
  2. Surat Keterangan asal usul calon mempelai (blangko model N.2)
  3. Surat Persetujuan kedua calon mempelai (blangko model N.3)
  4. Surat Keterangan tentang orang tua (blangko model N.4)
  5. Surat izin orang tua bagi calon suami dan calon istri yang umurnya belum mencapai 21 tahun   (blangko model N.5)
  6. Surat permohonan kehendak nikah (blangko model N.7)
  7. Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan calon istri belum berumur 16 tahun.
  8. Foto Kopi Akta Kelahiran/Surat keterangan kelahiran calon mempelai
  9. Foto kopi KTP/surat kependudukan calon mempelai dan wali
  10. Pas foto 2×3 berwarna biru masing-masing 4 lembar dan

4×6 masing-masing 1 lembar.

  1. Foto Kopi Kartu Keluarga calon mempelai
  2. Foto Kopi Ijazah SD/SMP/SMA (jika punya)
  3. Surat keterangan sehat dari Dokter.
  4. Foto Kopi buku nikah orang tua kandung calon istri apabila calon istri anak pertama.  
  1. Waktu Pendaftaran

Nah, ini tidak kalah penting dari syarat-syarat di atas, perlu di catat bahwa waktu untuk mendaftarkan kelengkapan persyaratan pencatatan pernikahan paling lambat dilakukan 10 hari kerja sebelum hari H (pelaksanaan nikah). Dan apabila kurang dari 10 hari kerja maka harus mendapatkan Izin/Rekomendasi dari Camat tempat akan dilaksanakannya percepatan pernikahan. Paham Yaaaaaah ?

Udah deh, Kelengkapan persyaratan selesai, dan berkas sudah didaftarkan sebagaimana waktu tertera. Selanjutnya kita akan mengikuti rangkaian demi rangkaian yang telah ditetapkan oleh KUA untuk di…… hmmm kita kupas di pertemuan selanjutnya aja yah. Pantengin terus www.bekalpengantin.com kamu.

 

9 Tips Menciptakan Rumah Tangga Harmonis

9 Tips Menciptakan Rumah Tangga Harmonis

Setiap akhwat tentu menginginkan agar memiliki rumah tangga yang harmonis di kehidupannya. Namun bagaimana menjadikan kehidupan rumah tangga harmonis sendiri tidaklah sulit jika kita sungguh-sungguh ingin mewujudkannya. Dalam bersatunya dua insan yang tidak ada hubungan darah dan di ikat dalam tali pernikahan tentu akan menimbulkan berbagai persoalan. Apalagi ketika kita ditemukan oleh sang imam dalam waktu perkenalan yang singkat. Mengenalnya lebih jauh akan menjadi tantangan bagi akhwat untuk bisa mewujudkan cita-cita membangun keluarga sakinah mawaddah dan warahmah tersebut.

Goresan kata-kata ini ditulis bukan untuk menggurui akhwat semua bahwa membangun rumah tangga harmonis itu  sangat mudah, Tidak! tidak ada niat sama sekali. Tetapi coretan ini sedikit memberi gambaran kepada akhwat bahwa orang yang dulu asing dan sekarang menjadi penaggung jawabmu dunia akhirat itu adalah orang yang sangat penting untuk di bahagiakan. Sedikit tips sederhana yang membuat kehidupan berumah tanggamu menjadi terasa seperti istana yang bermandikan barakah, insyaAllah Salah satunya:

Yang pertama: Jangan menyimpan keraguan saat menjelang pernikahan. Loh maksudnya? Begini akhwat yang sholehah sebelum memutuskan menerima lamaran tidak haram hukumnya bagimu untuk berfikir terlebih dahulu. Mempelajari karakternya dengan mengenalnya lebih jauh. Jika ada rasa was-wasmu dalam menerimanya karena masa lalunya yang buruk, kamu berhak bertanya tentangnya pada orang terdekatnya, temannya dan tetangganya. Istikharah dan meminta waktu berfikir (namun tidak berlebihan).  Jika kekhawatiranmu tetap tidak kunjung mereda, kamu boleh mengajukan syarat sebelum pernikahan. Seperti yang dilakukan oleh Anna Althafunnisa sebelum dinikahi Furqon dalam film Ketika Cinta Bertasbih maka itu tidaklah dilarang (hanya mengambil ilmunya).

Yang kedua: Lakukan hal-hal sepele untuk niat memuliakan suami dengan buang semua rasa gengsi (manjakan suami). Memberikan kebahagiaan kepada suami tidak perlu hal-hal yang mewah. Coba lakukan hal mudah seperti mencuci kakinya ketika dia pulang bekerja. Apapun pekerjaanya, cuci kakinya sebelum dia ingin tidur. Beri sedikit rempah dan esensial pengharum. Jika logika dan harga diri yang bicara tentu akhwat akan berfikir kegiatan ini adalah sesuatu yang sepele dan membuat seolah-olah suami adalah raja? Lalu memijatnya walau kamu sendiri juga lelah. Tidak akhwatku, memuliakannya tidak akan menghinakanmu. Yakinlah!.

Yang ketiga: Pahamilah mood suamimu. Adakalanya kita sendiri juga harus peka terhadap keadaan hatinya. Ketika wajahnya sudah menyiratkan lelah walau ditutup dengan senyuman tapi percayalah kamu pasti mengetahuinya dengan indera hatimu. Jika kamu tau dia sedang lelah jangan ajak dia bercerita lebih banyak, apalagi mengadukan sekian banyak permasalahanmu sepanjang hari padanya. Memang kodrat “cerewet dan banyak berbicara” pada kaum hawa itu sudah lumrah. Ingatlah perasaanmu juga harus mengerti kadang suami juga butuh ruang untuk sendiri. Dia bukan tidak ingin memberitahumu tentang suasana hatinya apalagi melarangmu berkisah panjang lebar dengannya.yang ditakutkan ketika dia jenuh dan kesal dia bisa melontarkan kalimat sederhana yang mungkin bisa jadi mengesalkan perasaanmu. So peka dan mengalah tidak sepenuhnya tugas suami ya…! pembaca akhwatku yang sholehah.

Yang keempat: Sesekali berilah dia kejutan dengan mengabulkan keinginannya dengan cara yang manis. Ketika ada hari spesial atau kamu sendiri yang ingin mengistimewakan suatu moment berilah dia Hadiah dengan sesuatu yang mungkin sangat dia inginkan. Jadi sebelum moment indah itu ada berarti rasa pengertianmu harus ada di taraf tertinggi. Mencari tahu apa yang sedang dia inginkan (selagi dalam garis baik dan halal di mata syariah). Walau mungkin itu berupa benda mahal, bukan berarti kamu akan enggan melakukan pengorbanan. Jadi, kepo nya boleh lah yaa kalau demi kebaikan seperti ini.

Yang kelima: Ketika terjadi perselisihan, terlepas siapapun yang benar meminta maaf tidak akan membuat harga dirimu terluka. Menjaga rumah tangga membutuhkan hati yang lapang. Ingat-ingat kembali kebaikannya, ingat kembali pengorbanan dan jasa besarnya. Saat bertebaran kaum adam di muka bumi berani mengatakanmu indah, tapi dia memberanikan diri tidak hanya ucapan kata tapi dengan khitbah. Saat yang lain hanya berani memuji dia malah berani datang pada ayahmu menghadap diri. Jangan malu meminta maafnya, walau kamu tidak salah. Fikirkanlah, apa bisa kamu memejamkan mata ketika hatinya tidak redha dengan permasalah yang sedang terjadi? Bujuklah dia dengan kata lembut. Senangkan hatinya dan buatlah dia rindu akan rumah sehingga dia tidak akan memikirkan tempat lain untuk singgah demi kita yang berani berjuang membuatnya bahagia.

Yang keenam: Jangan jadi wanita yang egois. Akhwat yang baik,  mungkin suamimu sudah mengambil tanggung jawabmu secara penuh. Namun dia bukan milikmu seutuhnya. Dia punya wanita lain yang juga butuh perhatiannya. Cinta pertamanya, ibunya. Jangan memonopoli suami untuk dirimu sendiri. Jangan mencurigainya saat dia memberimu hanya secukup nafkah. Ibunya juga butuh biaya untuk hidup, atau mungkin adiknya juga membutuhkan bantuan kakaknya untuk sekolah. Jadi bijaklah dalam masalah sensitif ini, karena lelaki hebat itu sudah mau bersaksi pada Allah akan kehidupanmu. Bantu dia menepati tanggung jawab itu dengan menjadi istri yang tangguh dan tidak mengeluh.

Yang ketujuh: Membimbing kepada Allah memang tugas suami. Tapi mengingatkan pada Allah juga tugas istri. Ajak suami untuk berjamaah di kala sunnah, dan melangkah bersama ke Masjid di waktu fardhu. Minta dibimbing membaca Kalam Allah, dzikir, puasa sunnah, dhuha dan sebagainya.

Yang kedelapan: Siapkanlah waktu minimal satu jam sehari untuk berbincang dari hati ke hati. Komunikasi adalah hal yang penting untuk keberlangsungan rumah tangga. Jadi luangkanlah waktu misalnya pagi saat santai meminum teh atau sebelum tidur untuk saling berbagi cerita. Berbagi masalah satu sama lain atau setidaknya hal lain yang terlepas dari gadget aatau alat elektronik lainnya. Insyaallah semua akan menunjang kebahagiaan dan rasa percaya pada pasangan atau anggota keluarga.

Yang terakhir: Pahamilah makna menjadi istri yang sebenarnya. Istri tidak hanya sekedar gelar bahwa kamu bukan milik orang tua saja. Tapi makna istri itu sangatlah banyak. Salah satunya bagi penulis bahwa istri adalah sebuah orde baru kehidupan wanita yang memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar. Seperti terhadap suami, ia adalah orang Asing yang baru kita kenal, yang jauh dari kata sempurna dan bisa memahami kita seperti keluarga yang sudah bersama kita disepanjang hidup. Menjadi mahkota yang harus memelihara kehormatan suami seharusnya kita bisa bangga bahwa imam ini menjemput kita dengan segala keberanian dan mau menanggung dosa dan konsekuensi syurga neraka hanya demi mengambil alih tugas ayah kita. Jangan pernah coba meremehkan bahwa menjadi istri itu hanya sekedar tanggung jawab pada suami saja, clear tugasmu selesai. Maaf akhwatku, tidak seringan itu. Dengan menikah dengannya, maka kini ibumu bertambah satu, ayah yang menyayangimu juga kini sudah tidak juga sendiri. Adikmu yang harus kamu sayangi tidak lagi yang selalu kamu jahili kemarin, dan kakak yang jadi tempatmu menaruh hormat tidak lagi hanya itu. Fix itu berat dan itu butuh kesungguhan hati menerima keluarga baru dengan karakter yang juga rahasia bagi kehidupanmu.

Cukup sekian catatan tentang Tips Rumah Tangga Harmonis kali. semoga artikel ini bisa membantu meningkatkan pengetahuan akhwat pembaca semua. Terima kasih, Wassalamualaikum//morioktavia

Para Suami, Beri “pupuk” Ini Untuk Merawat Cinta Isteri.

Para Suami, Beri “pupuk” Ini Untuk Merawat Cinta Isteri.

Bunga, akan layu gugur dan mati jika tidak dirawat dengan penuh perhatian. Pun dengan perasaan cinta dan kasih diantara dua insan bernama sepasang kekasih (suami isteri). Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, tidak ada pasangan yang ingin melunturkan perasaan cinta dari pasangannya setelah bertahun-tahun usia perkawinan. Karena sungguh yang paling mahal di dunia ini hanyalah ketulusan dan kesetiaan. Itulah skenario kehidupan. Indah kelihatan, bagaikan indahnya bulan purnama. Begitupula hendaknya hingga hari tua, dimana cinta terus dirawat, dan keharmonisannya dipupuk dengan tulus ikhlas sehingga rumah tangga benar bertamankan syurga, bermandikan berkah saban hari.

Isteri, fitrahnya perempuan ianya selalu ingin diprioritaskan dari apapun. Perasaanya yang cenderung mendominasi membuat ia begitu perasa dan selalu ingin diperhatikan oleh pasangannya. Para paksu, berikut nih isi hati isteri yang seharusnya paksu ketahui untuk mewujudkan keharmonisan sampai hari tua nanti.

  1. Tunjukkan rasa sayang terhadap isteri, baik melalui kata-kata maupun perbuatan seperti pelukan, misalnya.
  2. Jauhi ucapan yang menyinggung perasaan isteri, sekalipun dalam rumah tangga.
  3. Apabila dalam keadaan marah yang amat sangat, berusahalah mengontrol diri. Beristghfar dan bersalawat serta berwudhu. Ingalah segala kenangan manis dan pahami bahwa isteri memerlukan bimbingan suami dan pahami bahwa tiada orang yang tidak melakukan kesilapan.
  4. Apabila timbul rasa bosan ataupun jenmu terhadap isteri, cobalah ulangi kembali masa-masa manis dulu atau ajaklah isteri keluar makan di tempat yang agak istimewa ataupun berwisata ke tempat-tempat yang indah
  5. Jangan pernah merendahkan isteri didepan orang lain
  6. Jangan memuji perempuan lain di depan maupun dibelakang isteri
  7. Hargai dan berilah pujian atas pengorbanan isteri
  8. Bantulah isteri dalam pekerjaannya seperti memasak, membereskan rumah dan sebagainya.
  9. Cobalah pahami keadaan dan masalah isteri dengan mempertimbangkan perasaan dan kesehatan isteri ketika ia sedang haid dan hamil
  • Bimbinglah isteri dalam melakukan sesuatu agar ia semakin bersemangat dan termotivasi.
  • Bantulah istri dalam melakukan kebaikan dan ibadah
  • Berdoalah agar hati dan perasaannya senantiasa patuh kepada Allah dan hormat kepada suaminya.

InsyaaAllah.. Cinta yang didasari karena kecintaan kepada Pencipta akan tumbuh dan berkembang selayaknya bunga yang disirami pupuk setiap hari. Merekah dan berkah.//yul

Wedding Planner: Tabungan Masa Depan

Wedding Planner: Tabungan Masa Depan

Menikah ? Apa yang ada dibenak kamu? Bahagia ? tentu saja. Ada yang menemai ? Tak dipungkiri. Sudah berada pada fase “its your time to married” adalah satu moment yang ditunggu-tunggu dua insan yang sudah berikhtiar pada penantian indah menjemput cinta. Ibarat kata, telah berhasil menyelesaikan teka-teki percintaan yang telah di susun secara dramatisir oleh Tuhan yang Maha Cinta. Overall memang idealisnya pernikahan adalah penyempurnaan keyakinan pada keMaha Besaran Tuhan yang lainnya. Bernilai ibadah, bertujukan surga dan ridhoNya. Tapi. Tidak sedikit hal-hal yang juga memberatkan kepala, menghilangkan selera makan, menjadikan nyenyak tidurpun tiada. Biaya untuk menikah. Iya. Mehong tiada tara.

Memang, bagi sebahagian orang biaya untuk melangsungkan resepsi pernikahan bukanlah satu hal yang rumit, karena memiliki sokongan finansial yang memadai dari keluarga, harta warisan yang bergepok-gepok tak berbilang dan prepare yang sudah dilakukan sejak memulai komitmen dengan pasangan. Namun, menjadi sesuatu yang juga menjadi penghambat pernikahan bagi mereka yang mengandalkan sisihan gaji bulan demi bulan untuk mewujudkan wedding dreams sang pujaan. Karena sebahagian lainnya enggan mempergunakan dana orangtua untuk merealisasikan kebahagian yang seharusnya sudah mampu ia emban dengan sendirinya. Sehingga, pernikahan yang menjadi impian pujaan dengan mengenakan tema-tema pernikahan dari belahan dunia menjadi alakadar. Pun dengan penghidupan setelah resepsi pernikahan, menjadi list baru bila tidak direncanakan dengan baik sebelum memutuskan untuk meminang pujaan hati.

Lalu, bagaimana ?

Mempersiapkan biaya pernikahan dengan pasangan solusinya. Bila kamu dan pasangan sudah memiliki pekerjaan atau berpenghasilan, sisihkan pendapatan bulanan masing-masing dan gabungkan atas nama biaya pernikahan. Kalian bisa menyebutnya dengan tabungan masa depan. Hihi lebay sih. Tapi ini prepare yang mateng banget. Itu satu. Kemudian, kalian juga harus memastikan semua anggaran yang harus dipersiapkan untuk mewujudkan wedding dreams dan biaya penghidupan setelahnya.  Woooo masa depan banget doooong.

Karena. Segala sesuatu tanpa perencanaan yang matang akan keblenger. Karena prepare yang matang merupakan satu bentuk hal sederhana namun bernilai pertanggungjawaban yang luhur. Simak lanjutan Wedding Planer Bekal Pengantin lainnya, yah. Semoga Allah mudahkan niatan baik kamu yang tengah mempersiapkan wedding dreams penuh barokah. Aamiin//yul